Gus Dur Diusir Preman Berjubah, Para Tokoh Masyarakat Mengecam


Penulis: Aris Kuncoro

Keterluan memang kasus yang terjadi di Purwakarta. Orang sekaliber Abdurrahman Wahid yang akrab dipanggil Gus Dur, masa sampai diiusir oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan agama pada acara Forum Dialog Antarumat Beragama di Purwakarta Selasa lalu. Tentu saja peristiwa langsung mendapat banyak kecaman dan disesalkan sejumlah tokoh berbagai kalangan.

Para tokoh yang menamakan diri Aliansi Masyarakat Anti Kekerasan, yakni Ketua PB NU Masdar F. Mas’udi, Direktur Eksekutif ICIP M. Syafii Anwar, anggota Komisi VIII DPR RI Badriyah Fayumi, Direktur Eksekutif The Wahid Instistute Ahmad Suaedy, Sekjen ICRP Siti Musdah Mulia, Ketua PP Fatayat NU Maria Ulfah Anshor, aktivis muslim progresif Abd. Moqsith Ghazali, Wakil Sekjen DPP PKB Rieke Dyah Pitaloka, dan ratusan aktivis prodemokrasi lainnya mengeluarkan kecaman terhadap peristiwa Purwakarta tersebut. Mereka kemarin berkumpul di kantor The Wahid Institute, Jalan Amir Hamzah.

Para aktivis itu menyebut ratusan orang yang mengusir Gus Dur dan membubarkan acara Forum Dialog Antarumat Beragama sebagai preman berjubah. Aksi mereka kemarin juga diberi tajuk Melawan Preman Berjubah.

"Kami minta aparat berwajib segera menangkap dan memeriksa mereka yang telah melakukan kekerasan dan memaksakan kehendak," kata Rieke alias Oneng.

Ketua PB NU Masdar F. Mas’udi mengatakan, aksi kekerasan itu tidak hanya mengancam demokrasi, tapi juga keutuhan bangsa dan ketulusan beragama. "Demokrasi akan berantakan kalau aksi main hakim sendiri, apalagi berbasis keyakinan, dibiarkan. Sebab, aksi ini tidak memiliki landasan, baik secara teologis, sosiologis, atau apa pun," ujar Masdar.

Pandangan monolotisme berdasar keyakinan atau primordialisme, jika dibiarkan tumbuh, kata Masdar, akan merusak negeri ini. Sebab, itu tidak sesuai dengan akar negara ini, yakni kebhinekaan dan keragaman. "Jika itu dibiarkan, sejak hari ini kita bisa memastikan negeri ini akan segera hancur," tegasnya.

Dalam kesempatan itu, Masdar mengimbau kepada pelaku kekerasan di Purwakarta yang mengatasnamakan agama untuk menyadari kesalahannya dan tidak lagi bertindak bodoh dengan memaksakan kehendak kepada orang lain.

"Kekerasan tidak perlu dihadapi dengan kekerasan. Tapi, harus dihadapi dengan cara-cara yang prosedural dan konstitusional," katanya.

Syafii Anwar juga mengungkapkan kekecewaan kepada aparat yang membiarkan terjadi aksi kekerasan. "Saya sangat kecewa pada polisi dan sikap negara karena tidak ada langkah untuk mengerem kekerasan," sesalnya.

Dalam rilis yang dibacakan Badriyah Fayumi, aliansi tersebut menuntut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk bertindak tegas demi menyelamatkan NKRI yang beradab sesuai dengan sumpah jabatan, amanat konstitusi, dan ideologi Pancasila.

Selain itu, aliansi tersebut menuntut Polri dan aparat penegak hukum lainnya agar segera mengambil tindakan tegas untuk mencegah aksi kekerasan yang mengatasnamakan agama. Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga diingatkan bahwa berbagai kasus kekerasan selama ini menggunakan landasan fatwa MUI yang mengharamkan pluralisme, liberalisme, dan sekularisme serta menyesatkan kelompok-kelompok tertentu.

Dari Cirebon forum ulama setempat mendesak kepada aparat penegak hukum untuk bertindak tegas terhadap kelompok-kelompok yang mengatasnamakan agama. Pernyataan itu dikemukakan di kantor Fahmina Institute, Rabu. Hadir antara lain wakil dari Garda Bangsa dan gerakan Pemuda Anshor. "Kami mendesak aparat penegak hukum bertindak tegas," kata H. Luthfi Hakim dari Pesantren Buntet.

Permintaan ini juga dipicu kasus pengusiran Gus Dur dari pertemuan di Purwakarta dan aksi penyegelan kantor Fahminta Institute, Minggu lalu. "Kami menghimbau masyarakat untuk mewaspadai gerakan apapun yang mengatasnamakan agama Islam namun ternyata gerakan tersebut justru menghancurkan Islam," pinta Luthfi.

Nuruzzaman, wakil kaum muda dari Nahdlatul Ulama Cirebon meminta Forum Ukhuwah Islamiyah, Front Pembela Islam, dan Majelis Mujahidin Indonesia dibubarkan. Alasannya, gerakan mereka mengatasnamakan agama tetapi sebenarnya merusak aqidah.

Namun, Ketua Forum Ukhuwah Islamiyah Wilayah III Cirebon, Prof. Dr. Salim Bajri, mengatakan pihaknya tidak akan meminta maaf terkait dengan aksi penyegelan kantor Fahmina. "Penyegelan kantor Fahmina merupakan tindakan perorangan, bukan atas nama institusi atau atas nama FUI," katanya.

Kalau kekerasan jadi panglima dalam mengatasi berbagai perbedaan jelas tak akan bisa memecahkan berbagai masalah. Oleh karena, apapun yang terjadi, pihak kepolisian harus bertindak tegas terhadap berbagai kasus kekerasan yang dilakukan suatu kelompok terhadap kelompok yang lain. Bagaimana Pak Polisi, segera bertindak dong…

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama