Menagih Janji Kampanye Sa’aduddin – Darip Mulyana

Oleh: Aris Kuncoro, Ketua Lembaga Pengkajian dan Pengawasan Pembangunan Bekasi (LP3B)


BEKASI-Setahun pemerintahan pasangan Bupati - Wakil Bupati Bekasi Sa’aduddin – Darip Mulyana ternyata masih belum bisa memenuhi janji-janjinya saat kampanye menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kabupaten Bekasi beberapa waktu lalu.


Pembenahan sektor pendidikan, kesehatan, pembangunan ekonomi kerakyatan bahkan juga upaya pembenahan internal Pemerintahan Daerah Kabupaten Bekasi menuju pemerintahan yang bersih, seperti yang penrah mereka janjikan saat kampanye masih jauh dari harapan. Praktis masih belum beranjak dari kebijakan di masa pemerintahan sebelumnya.


Bahkan, kini warga miskin di Kabupaten Bekasi terus bertambah. Jumlahnya diperkirakan mencapai 111.527 keluarga atau 500.000 jiwa lebih. Kondisi itu diperburuk lagi dengan kenaikan harga sembako dan sulitnya memperoleh minyak tanah.

Di sektor pendidikan, misalnya, masyarakat masih merasakan mahalnya biaya pendidikan. Padahal saat kampanye dulu, Sa’aduddin – Darip berjanji akan menurunkan secara siginifikan biaya pendidikan ini.

Lalu, soal pembenahan kepegawaian. Ternyata selama setahun ini, upaya menuju clean government masih belum tercapai. Ini tercermin dari berbagai mutasi pejabat eselon III dan IV di lingkungan Pemertintah Kabupaten juga dinilai banyak kalangan belum obyektif. Masih unsur like and dislike (suka atau tidak suka). Karena banyak posisi di eselon III dan IV yang ditempati pejabat yang kurang tepat di bidang. Prinsip right man in the right place atau penempatan orang yang sesuai kapasitasnya pada jabatan tertentu yang juga sesuai dengan bidangnya masih belum dilakukan.

Hal ini diakui oleh anggota DPRD Kapubaten Bekasi dari Fraksi Partai Golkar Munir Abas. Anggota dewan yang juga dikenal sebagai ustadz ini lalu mengungkapkan jabatan asisten daerah I yang membawahi masalah pemerintahan, mestinya ditempati oleh yang menguasai permasalahan pemerintahan. Tapi Sa’aduddin – Darip Mulyana ternyata malah menempatkan seorang insinyur sipil.

Yang lebih menyolok, menurut Munir Abas, saat ini Sa’aduddin – Darip cenderung lebih mementingkan kelompok tertentu. Baik dalam penempatan pejabat maupun dalam ‘’pembagian’’ sejumlah proyek pembangunan.

Tokoh masyarakat kabupaten Bekasi, Damin Sada yang selama ini dikenal sebagai pendukung utama pasangan Sa’aduddin – Darip juga mengakui belum terealisasinya janji pasangan ini, setelah setahun pelantikan mereka.

Menurut Damin, memang belum banyak yang bisa diharap dalam setahun pemerintahan pasangan Sa’aduddin – Darip. ‘’Tapi, mestinya ini bisa dimaklumi. Karena pemerintahan mereka kan baru berjalan satu tahun,’’ujarnya.

‘’Ibarat koki, mereka itu baru bisa memasak sayur labu dan membuat sambal gaok, Belum bisa atau belum sempat membuat masakan yang lain,’’ujarnya.

Mengenai soal bertambahnya warga miskin Wakil Bupati Bekasi Darip Mulyana juga mengakui. Beberapa waktu lalu, ia menyebutkan, selain bertambahnya kemiskinan, kini tercatat 127.000 warga Kabupaten Bekasi menganggur. Padahal, di Kabupaten Bekasi terdapat lima kawasan industri besar ditambah beberapa zona industri.

”Setidaknya tercatat 6.000 pabrik berlokasi di daerah ini, namun angka pengangguran cukup besar,” ungkap Darip.

Kenyataan ini tentu saja sangat menyedihkan. Apalagi, sampai sekarang, belum ada upaya nyata dari pihak Pemda Kabupaten Bekasi yang dipimpinan pasangan Sa’aduddin – Darip Mulyana untuk meningkatkan taraf penghidupan para warga miskin tadi.

Kalaupun ada sedikit yang meringankan beban warga miskin, adalah adanya kebijakan pengobatan gratis jika mereka sakit. Kebijakan ini pun bukan murni kebijakan di masa pemerinthan mereka. Tapi sudah ada sejak pemerintahan bupati sebelumnya.

Sedangkan upaya untuk meningkatkan penghasilan warga miskin ini, belum ada usaha yang signifikan.

Pemerintah Kabupaten sepertinya tidak berdaya untuk mengatasi warga miskin itu. Saat ini saja, jatah beras miskin (raskin) untuk satu keluarga dikurangi hanya 15 kilogram. Sebelumnya warga miskin mendapat jatah raskin 20 kilogram per bulan dengan harga beli Rp 1.600 per kilogram.

Soal makin bertambahnya warga miskin ini, Darip pernah berdalih bahwa APBD Kota Bekasi untuk membantu warga miskin sangat terbatas. Jauh dari harapan. Padahal, untuk mengatasi persoalan kemiskinan itu, menurut Darip dibutuhkan dana Rp 40 miliar.

Mestinya, Sa’aduddin maupun Darip Mulyana tidak cukup hanya mengeluhkan kurangnya dana APBD untuk mengatasi kemiskinan ini. Sebab, sebagai eksekutip, mereka bias saja mengusulkan anggaran kepada pihak legislatip untuk mengatasi masalah itu. Di samping itu, masih upaya-upaya kreatif yang bisa dilakukan untuk itu. Misalnya, dengan lebih mengekfektifkan pembangunan sektor pertaninan.

Selain sebagai daerah industri, Kabupaten Bekasi juga dikenal sebagai daerah pertanian. Sehingga tidak ada salahnya, jika Pememerintah Kabupaten Bekasi lebih kreatif memajukan masalah pertaninan ini. Dalam soalpola bertani, misalnya, harus diubah dan tidak hanya menanam padi saja. Setiap areal persawahan harus dapat diciptakan menjadi pertanian terpadu. Dalam pertanian terpadu, selain padi dapat ditanam juga palawija, ikan serta ternak.

Sedangkan dari sektor industri, mestinya Sa’aduddin - Darip dapat lebih mendorong penciptaan lapangan kerja baru. Saat ini ada sekitar 6.000 perusahaan di Kabupaten Bekasi. Para pemilik dan pengelola industri ini mestinya diimbau untuk bisa lebih mendahulukan warga lokal Kabupaten Bekasi dalam penerimaan karyawan.

Selain itu, Pemerintah Kabupaten Bekasi mestinya juga berusaha membujuk pemerintah pusat meminta bagian lebih besar dari pajak penghasilan badan (Pph Badan) perusahaan yang disetor ke pemrintah pusat. Saat ini Pph Badan Perusahaan dari Kabupaten Bekasi yang disetor ke Pemerintah Pusat sekitar Rp 36 Trilyun. Dari jumlah itu, hanya sekitar 2 persennya yang kembali ke Kabupaten Bekasi. Alangkah ironisnya kondisi ini.

Inilah tantangan yang harus bisa dipecahkan oleh Sa’aduddin – Darip Mulyana.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama