Mestinya Polri Beterima Kasih Pada Susno



JAKARTA-
Penahanan mantan Kabareskrim Komjen Pol Susno Duadji disebut-sebut sejumlah tokoh dan pengamat hukum sebagai upaya yang dipaksakan. ‘’Tindakan Mabes Polri menangkap Susno selain tidak arif, juga terkesan melawan rasa keadilan masyarakat,’’ujar Pengamat Hukum Abdulkadir, SH, MH, Sabtu malam (15/05/2010).

Pengajar Pasca Sarjana Universitas Jayabaya Jakarta ini mengingatkan bahwa mestinya secara institusi, Mabes Polri berterima kasih kepada Susno karena telah berani mengungkap indikasi mafia hukum di lingkungan Polri.

‘’Ini yang terjadi bukannya berterima kasih dan menindaklanjuti laporan Susno untuk melakukan pembersihan di tubuh Polri, sesuai dengan semangat reformasi Polri yang selama ini didengung-dengungkan, tapi malah terkesan mencari-cari kesalahan Susno. Barangkali Susno memang tidak seratus persen ‘bersih’, tapi setidaknya keberanian Susno itu patut dihargai dan ditindaklanjuti oleh pimpinan Polri,’’ujar Abdulkadir lagi.

Hal senada dikemukan pula oleh Pengamat Kepolisian M. Aris Kuncoro. Menurut Aris Kuncoro, saat ini rakyat sedang menyoroti kinerja kepolisian, terutama yang berkaitan dengan pengungkapan kasus mafia hukum di instansi penegak hukum ini. Hal ini harus menjadi perhatian utama para pimpinan Polri.

‘’Jika masalah mafia hukum di lingkungan Polri yang diungkapkan Susno ini tidak segera mendapat tanggapan dan ditindaklajuti, maka dikhawatirkan citra institusi Polri akan makin terpuruk dan tingkat kepercayaan publik terhadap Polri dalam upaya penegakan hukum akan makin rendah,’’ujar Aris Kuncoro lagi.

Saat ini, tambahnya, lebih baik, Polri mengusut semua indikasi mafia hukum di internalnya dulu, karena itu sudah menjadi rahasia umum.

Susno sendiri sebagai pihak yang kali pertama membuka masalah ini dan sekaligus menjadi saksi dalam pengungkapan kasus mafia hukum mestinya justru mendapat perlindungan, bukannya malah dijebloskan ke tahanan.

Dalam perkembangan kasus itu, meskipun ditahan, Susno ternyata tetap tak surut nyalinya untuk membongkar ‘’kebobrokan’’ di tubuh Polri. Malah, dikabarkan Susno akan buka suara dan menyeret sejumlah nama yang tak lain para petinggi di Mabes Polri, tak terkecuali BHD. Susno akan menyampaikan keterangan secara transparan jika jaminan keamanan diperolehnya.

“Pak Susno sepertinya akan menyinggung BHD. Tetapi dia minta kepada aparat agar nama-nama yang disebutkan ditangkap dan dipenjara juga seperti dia,” ujar Aktivis FUI, Munarman, usai menjenguk Susno di Rutan Brimob Kelapa Dua, Depok, Jumat (14/05/2010).

Untuk membeberkan sederet kasus yang terjadi di Mabes Polri, lanjut Munarman, Susno sudah menyiapkan saksi sebanyak 44 orang. “Tapi kasus yang akan dibongkarnya saya belum tahu. Entah itu korupsi atau kriminal,” tandas Munarman.

Ketua MK Ikut Berkomentar

Sementara itu, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD menilai penetapan Susno Duadji sebagai tersangka, menggemparkan penegakan hukum di Indonesia. Penegakkan hukum seperti diletakan dalam hutan belantara tanpa kejelasan.

"Perkara Pak Susno, jika benar memang harus ada penegakan hukum yang tegas," kata Mahfud menjawab pertanyaan watawan.

Hal ini dikatakan Mahfud di sela-sela peluncuran buku "Gus Dur; Islam, Politik dan Kebangsaan" terbitan LKIS dan Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia di RM Ny Suharti, Yogyakarta, Jumat (14/5/2010).

Dia menegaskan, polisi dalam menangani harus bekerja profesional. Penyidik tidak boleh bekerja atas dasar perintah atasan. "Hukum harus tegas jangan sampai polisi jalankan tugas, ini perintah atasan," kata Mahfud.

Menurut dia, aparat hukum harus memberikan ketegasan agar masyarakat tidak curiga langkah hukum yang ditempuh adalah sekedar upaya mengalihkan isu besar dengan penetapan Susno sebagai tersangka. Atau hanya untuk menutupi dan mengalihkan isu besar atau kasus lain yang kini jadi perhatian masyarakat seperti langkah pemberantasan korupsi.

"Kasus Susno itu membuat masalahnya tidak fokus. Jika ada pertanyaan dari masyarakat yang mengkhawatirkan kenapa proses hukum justru seperti itu. Ya wajar muncul kesan itu," katanya.


Dukungan Purnawirawan Polri


Dan ternyata dukungan moril kepada Susno tak kunjung henti. Para purnawirawan Polri pun terus memberi dukungan kepada Susno. Brigjen Pol (Purn) Marsudi Hanafi, salah satu purnawirawan, bahkan menilai ada kejanggalan dalam proses hukum terhadap Susno.

"Ada kejanggalan dalam proses hukum Komjen Pol Susno Duaji," kata Marsudi saat mengunjungi kediaman keluarga Susno di Jalan Cibodas I nomor 7, Puri Cinere, Depok, Jawa Barat, Sabtu (15/05/2010).

Kejanggalan itu, jelas Marsudi, antara lain yakni tidak adanya bukti materiil yang menunjukkan Susno merima uang Rp 500 juta terkait penanganan perkara PT Salmah Arowana Lestari (SAL).

"Ini kan hanya dari keterangan saksi. Kalau ibarat mesin turbo pesawat, ini timpang sebelah," kata mantan Ketua Tim Pencari Fakta kasus Munir itu.

Belum lagi, kata Masudi, pihak Susno tidak pernah diperlihatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi yang mengatakan susno telah menerima duit.

"Lihat berita acaranya saja tidak boleh," kata dia.

Ia bercerita, saat mengunjungi Susno di rumah tahanan Markas Komando Brimob Kelapa Dua kemarin, jenderal bintang tiga itu juga sempat bersumpah kepadanya sambil menangis.

"Demi Allah saya tidak pernah terima uang," kata Masudi menirukan Susno.


Tolak Pemeriksaan


Penyidik Propam Mabes Polri membuat berita acara penolakan pemeriksaan terhadap mantan Kabareskrim, Komjen Pol Susno Duadji. Pembuatan berita acara penolakan ini menyusul enggannya Susno untuk diperiksa.

"Tadi dibuatkan berita acara penolakan pemeriksaan. Ya tadi Pak susno menolak untuk diperiksa," ujar Pengacara Susno, Mohammad Assegaf kepada wartawan di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jumat (14/5/2010).

Sampai saat ini, Susno enggan untuk diperiksa penyidik karena masih tidak tahu alasan penahanannya.

"Secara resmi beliau (Susno) tetap menolak pemeriksaan tersebut. Pak Susno menanyakan apakah setelah beberapa saat ditahan para penyidik sudah mampu menjelaskan apa alasan dia dijadikan tersangka. Sampai saat inikan kita juga belum tahu apa alasannya," jelas pengacara Susno yang lain, Ary Yusuf Amir.

Ary mengatakan, penolakan pemeriksaan ini bukan berarti Susno tidak menghargai tugas penyidik.

"Beliau menghargai tugas penyidik tapi dia juga meminta dihargai hak-hak hukumnya. Penyidikan ini kan untuk mencari kebenaran, tapi kalau ditutup-tutupi alasan dia dijadikan tersangka itu bukan mencari kebenaran," terang Ary.


Cuma Tidur 2 Jam

Di malam pertamanya 'menginap' di Mabes Polri, Susno hanya bisa tidur selama 2 jam.

"Untuk tidur ya sekitar 2 jam. Maklum di tempat yang baru jadi agak asing," ujar Susno Duadji, Selasa (11/5/2010).

Susno juga mengaku dirinya tidak ditempatkan di sel tahanan. Susno tidur di ruang khusus yang berada di lantai 4 gedung Bareskrim Mabes Polri.

Namun, lanjut Susno, sejak ditetapkan sebagai tersangka pada pukul 17.00 WIB kemarin, hingga pukul 10.00 WIB hari ini, dia belum menjalani pemeriksaan apa pun.

"Sejak ditetapkan sebagai tersangka, saya belum diperiksa lagi. Saya tidak diapa-apakan, ditinggal di suatu ruangan di lantai 4. Sampai dengan saat ini jam 10.00 WIB, juga belum diapa-apakan," ujar Susno.

Susno menjelaskan, sejak ditinggal oleh tim penyidik dirinya didampingi 3 orang pengacara. Dia juga didampingi oleh 3 dokter dari MerC yang selalu memantau kondisi kesehatannya.

SBY Tahu Susno Ditangkap

Kabar penahanan Komisaris Jenderal Susno Duadji sudah sampai ke telinga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). SBY menyerahkan sepenuhnya kepada Markas Besar Polri.

"Bapak (SBY) sudah mengetahui informasi itu karena sudah banyak di televisi diberitakan dan sekarang jadi tersangka," kata juru bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha, Jakarta, Senin 10 Mei 2010.

Menurut Julian, Presiden SBY tidak memberikan komentar apapun terkait penetapan tersangka mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri itu.

"Tapi, beliau (SBY) menyerahkan ke Mabes Polri untuk menindaklanjuti hal ini," kata Julian. "Dan tentunya beliau (SBY) tetap mengikuti preoses penyidikan yang dilakukan oleh Mabes Polri".

SBY, lanjutnya, menegaskan tidak akan mencampuri ranah hukum kasus Susno Duadji. "Artinya Presiden serahkan kepada mekanisme yang berlaku. Jadi presiden tidak ikut campur," tegasnya.

Polri: Ini Bukan Balas Dendam

Dalam pada itu, Markas Besar Polri membantah tudingan adanya motivasi balas dendam dalam penetapan tersangka Susno Duadji dalam kasus dugaan makelar kasus 'mafia Arwana' di Pekanbaru, Riau. Polri menilai sudah sesuai prosedur.

"Ini bukan balas dendam. Ini profesional," kata Kepala Divisi Humas Polri, Inspektur Jenderal Edward Aritonang di Mabes Polri, Jakarta, Senin 10 Mei 2010.

Edward menegaskan bahwa penetapan tersangka mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri itu berdasarkan evaluasi tim penyidik. Semua keterangan jadi pertimbangan. Termasuk keterangan dari saksi sebelumnya dan Susno Duadji sendiri.

"Atas penetapan tersangka itu, sore hari ini penyidik telah mengeluarkan surat perintah penangkapan," ujar Edward. "Dan saat ini status beliau (Susno) adalah tersangka dan ditangkap".

Penegasan ini juga disampaikan Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri. Dia meminta masyarakat memahami kasus Komisaris Jenderal Susno Duadji secara keseluruhan. Kasus arwana yang menjerat Susno Duadji itu menjadi pembuka kasus selanjutnya.

"Untuk kasus Arwana adalah pintu masuk dari proses penyelidikan berikutnya," kata Bambang Hendarso Danuri di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Selasa 11 Mei 2010.

Menurut Bambang Hendarso, penetapan tersangka Susno Duadji merupakan kewenangan penuh tim penyidik. Maka itu, Bambang Hendarso menegaskan tidak ada motif balas dendam dalam kasus mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri itu.

"Maaf ya, saya bilang dari awal Pak Susno adalah anggota saya. Dari awal waktu di DPR saya sampaikan ini juga menjadi beban berat kita (Polri)," kata Bambang Hendarso. "Apa pun, Pak Susno adalah anggota saya. Jadi yang namanya namanya balas dendam itu keliru besar".

Bambang Hendarso menjelaskan sedikit rangkaian kasus yang melibatkan Susno Duadji. Menurut Bambang, kasus itu berawal dari permintaan pengacara Gayus Tambunan, Haposan Hutagalung, kepada Sjahril Djohan.

"Permintaan untuk menangani kasus Arwana, kemudian berangkat kepada kasus Gayus," ujar Bambang Hendarso.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama