Teno Saja, Pemerhati Masalah Sosial: Soeharto Layak Peroleh Gelar Pahlawan


Jakarta, Info Tipikor 

Rencana pemberian gelar pahlawan bagi Presiden R.I ke-2, Alm. Jend. TNI (Purn) H.M Soeharto, masih menjadi perdebatan. Dari berbagai pihak yang sudah berkomentar, nampaknya lebih banyak yang menolak diberikan gelar tersebut. Namun, ada pendapat yang sangat lantang dan meyakinkan, dari seorang yang menamakan dirinya ‘rakyat jelata’, yang saban hari sering menjadi pengamat masalah-masalah sosial masyarakat. Teno Saja, pemerhati masalah sosial masyarakat, asal Ponorogo, yang dijumpai di Pujasera DPR RI, Kompleks DPR/ MPR RI, Senayan Jakarta,  yang menyebut diri sebagai “rakyat jelata” itu menyebut pemberian gelar pahlawan bagi mantan Presiden Soeharto adalah layak.

Teno mengatakan, adalah salah, apabila Pemerintah tidak mau memberikan gelar pahlawan pada Soeharto. “Pak Harto itu sudah mendapat gelar ‘Putra atau Mahaputra. Dan prosesnya, seseorang untuk mendapat gelar pahlawan, salah satu diantaranya mulai dari situ,” ujarnya ketika ditanya tanggapannya soal pemberian gelar itu, jelang akhir Oktober lalu.

Dengan yakin Teno menjelaskan, jika gelar itu tidak dapat diberikan kepada orang sekaliber Soeharto, itu akan menjadi salah. “Kita bisa diolok-olok bangsa lain, yang katanya kita adalah bangsa yang besar, tapi ternyata tidak menghargai pahlawan”, tambahnya.

Bahkan Teno yang sebelumnya pernah terjun di kancah politik berujar, pada zaman reformasi, Pak Amien Rais pernah menyatakan, Pak Harto itu adalah manusia biasa. Wajar jika punya kesalahan.

“Jadi menurut saya, Soeharto wajar jika punya kesalahan. Tapi, jasa Pak Harto, tidak boleh dilupakan anak bangsa,” kilah Teno memberi alasan.

Dilanjutkannya, ketika orang sekarang sudah lupa Sumpah Pemuda, mari kita bertanya. “Di alam reformasi itu, Sumpah Pemuda digalakkan lagi, tidak?” ujarnya justru bertanya.

Padahal semangat dari Sumpah Pemuda itu sangat kuat sebagai perekat bangsa. Ada Young Java, Young Sumatera, Young Selebes, dan seterusnya, yang menyatakan,satu kata, satu bangsa, satu bahasa, Indonesia.

Sekarang kita sebagai bangsa sudah hampir seabagai bangsa yang terkotak – kotak. Hari ini Negara kita hampir terbelah, disebabkan adanya berbagai macam aksi demo besar-besaran, yang katanya mau menggulingkan Pemerintahan yang ada.

“Jadi, saya kira, apa yang baik dari Soeharto, mari kita jalankan. Yang tidak baik, kitapun boleh memaknainya sebagai yang tidak harus dilaksanakan,” ujar Teno mencoba berpikir demokratis.

Ketika kepadanya diperjelas, apakah benar-benar Soeharto layak dapat gelar pahlawan, Teno mengatakan “Layak!”

Ditanya lagi, apa ukuran pemberian gelar pahlawan itu, Teno mengatakan, Pak Harto pensiunan tentara Beliau pernah menggelar Operasi Mandala. Kemudian memimpin Agresi Belanda (tahun 1948-1949), setelah 3 tahun Indonesia merdeka, Pak Harto memimpin perlawanan, dengan sandi Janur Kuning di Jakarta.

 Ketika itu Bung Karno tengah galau pikirannya dengan Hatta. Bahkan ngungsi di keraton Yogyakarta. Waktu itu, ada kalkulasi, apabila tidak ada strategi, maka habislah Negeri kita.

Soekarno membuat strategi luar biasa. Waktu itu akhirnya Soekarno, mempersiapkan pemerintahan darurat Ibukota, di Bukit Tinggi, yang kala itu dipersiapkan oleh Syafruddin Prawiranegara.

Waktu itu, ada suatu kondisi, untuk mempertahankan kemerdekaan, setelah 3 tahun merdeka. Pak Harto memimpin Serangan Umum Sebelas Maret, untuk menyatakan ke seluruh dunia, bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia itu ada. Dengan pemimpin Soekarno –Hatta, dan Panglima Besar, Jenderal Soedirman.

Di amping itu, menurut Teno, Soeharto punya konsep yang jelas, dalam mengisi kemerdekaan.

“Soeharto punya konsep untuk memahami arti Pancasila, dengan pelakanaan P-4nya. Mengenai mengenai Repelita misalnya. Sampai hari ini, siapa yang punya konsep sekaliber itu?”, tanya Teno dengan suara menggelegar.

Sebab itu, Pemerintah layak memberikan gelar pahlawan kepada Soeharto, setelah memperhatikan jasa-jasanya. Hampir kita sebagai Negara, kehilangan arah.

Bangsa ini adalah bangsa yang besar. Ketika Soekarno – Hatta mendirikan bangsa ini, mereka sadar betul, bahwa bangsa kita ini sangat kaya raya, dengan potensi alam, potensi tambang sangat besar.

Sayangnya, pendapatan itu tidak dikelola secara benar. Sehingga potensi pendapatan bangsa, menjadi kemana – mana. “Tegasnya dikorupsi”, ujarnya sinis.

Jadi, jika potensi itu dikelola dengan baik dan benar serta jujur, maka bangsa yang besar itu, akan benar menjadi bangsa yang besar.

Hari ini kita punya angkatan perang yang sangat lemah.Kita punya Pemimpin Nasional, ketika dihadapkan kepada seseorang yang iseng, nggak berani berangkat (ke Belanda-Red).

Dilanjutkan Teno. ketika zaman Bung Karno, ada informasi dari intelijen, itu dapat dihadapi dengan tenang. Zaman pak Harto pernah ke luar negeri, ada informasi dari intelijen, Pak Harto turun dari mobil, dan langsung merespons cepat.

“Bagaimana dengan Pemerintah kita sekarang, begitu digertak, sudah gentar. Hari ini kita hampir kehilangan tokoh”, katanya.

“Jadi, siapa tokoh kita hingga sekarang yang sekaliber Bung Karno, sekaliber Pak Harto? Hampir tidak ada”, pungkas Teno mantap.

Namun, lelaki yang suka bicara blak-blakan inipun tidak menampik, jika Soeharto ada kelemahan. “Saya kira, kesalahan Pak Harto kita tahulah. Tapi menempatkan beliau sebagai tokoh bangsa, sebagai orang yang berjasa, sebagai tokoh pembangunan, saya tetap pada prinsip saya. Layak diberikan gelar pahlawan”, tandasnya tegas.

“Ingat ya. Kalau sampai Pemerintah tidak memberikan gelar tersebut, jujur saya khawatir, kita akan diolok-olok, sebagai bangsa yang lupa pada pejuangnya”, ujar Teno menekankan.

Ketika kepadanya disampaikan, bahwa ada keraguan banyak pihak, bahwa dengan Supersemar, Soeharto dianggap memaksa Presiden Soekarno, untuk menyerahkan kekuasaan pada Soeharto, dengan tangkas Teno menjawab: “ Siapa yang bisa buktikan, bahwa itu demikian?” kilahnya.

Bahkan Teno menilai, setiap ada pergantian pemimpin Nasional, ada operasi intelijen, ada semacam rekayasa, bisa saja ada, Karena kita masih tergantung kepada Negara besar. Tapi siapa yang bisa buktikan itu.

“Kalau memang ada yang bisa buktikan, ya silahkan. Tapi jangan kita sampai kecolongan untuk menghargai pahlawan kita”, tandas Teno menegaskan.

Ditanya, bagaimana dirinya memahami mereka yang menolak usulan tersebut, Teno mengatakan : “Jika ada yang tidak setuju, ya dikaji saja. Sambil mari kita belajar menghargai jasa-jasa besar dari orang-orang besar yang berbuat untuk bangsa dan Negeri kita tercinta ini”, ujarnya mengakhiri pembicaraan. Danny S

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama