LIRA Kota Bekasi: Amburadulnya Tata Kelola Pemkot Bekasi Timbulkan Krisis Kepercayaan Publik

BEKASI- Amburadulnya tata kelola Pemerintahan Daerah (Pemkot Bekasi) saat ini dikwatirkan akan berdampak luas terhadap munculnya krisis kepercayaan publik (public trust). Jalannya roda pemerintahan daerah ‘bermasalah’ sejak disandangnya cap disclaimer APBD 2009 lalu, munculnya kasus suap BPK Jabar oleh pejabat Pemkot Bekasi, kasus estasi gate, kasus suap Adipura, kasus fee 2 persen pengesahan APBD 2010, mutasi yang berlarut-larut. Hal itu diperparah dengan lambatnya pengesahan APBD 2011 yang menimbulkan dampak serius dalam pelayanan publik, jalannya roda pemerintahan, TKK dan honorer daerah tidak digaji, armada pengangkutan sampah tidak ada biaya operasi dan ribuan perijinan yang menumpuk karena tidak bisa diproses.

Kekhawatiran makin buruknya kinerja pemerintah daerah akan berdampak pada tingkat kepercayaan publik itu, disampaikan Penasehat DPD Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Kota Bekasi, Didit Susilo, Senin (7 Februari 2011).

Menurutnya,  arah kebijakan pembangunan daerah sebetulnya sudah termahtub dalam RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang) atau limatahunan kepala daerah.  Saat itu digemborkan visi Bekasi Cerdas, Sehat dan Ihsan yang menitikberatkan kepada pendidikan dan kesehatan gratis secara berkala.

Hingga APBD 2010 pendidikan dasar 9 tahun berhasil gratis khususnya sekolah negeri. Namun, upaya pendidikan gratis 12 tahun hingga memasuki tahun ketiga (2011) dipastikan gagal total karena amburadulnya managemen keuangan daerah.

Jumlah TKK yang membengkak karena kebijakan politik malah membebani APBD setiap tahun. Akibatnya ada rencana pengurangan TKK untuk mengurangi beban keuangan daerah. Rencana itu jelas akan mendapatkan tentangan dari ribuan TKK karena menyangkut penghidupannya. Sedangkan para TKK lebih banyak diakomodir karena kebijakan politis kepala daerah.

Maraknya demo akhir-akhir ini menurut Didit, adalah awal dari ketidakpercayaan masyarakat terhadap jalannya roda pemerintahan daerah.

Dakuinya, sejak ditahannya Walikota Bekasi, Mochtar Mohamad kondisi sosial dan politik makin tidak terarah karena adanya tarik menarik kepentingan personal pimpinan daerah yang seharusnya tidak perlu dilakukan. “Seharusnya semua pihak pemangku kepentingan harus sadar birokrasi harus tetap melakukan pelayanan publik, program pembangunan harus tetap jalan tanpa melihat kepentingan personal dan golongan,” kritik Didit.

Dengan terus dibiarkan lowongnya beberapa jabatanan SKPD dan hingga kini penunjukan pejabat yang berwenang juga belum dilakukan sangat berdampak pada pelayanan perijinan dan target PAD. Jika ribuan perijinan itu juga tidak bisa diproses karena alasan teknis maka lambat laun akan menimbulkan kepercayaan publik.  “BPPT adalah kunci target PAD dan tingkat pelayanan yang paling utama karena menyangkut partisipasi pembiyaan keuangan daerah yang melibatkan langsung masyarakat. Masyarakat tahunya mendapat pelayanan karena mereka sudah mau membayar retribusi dan pajak, masak malah tidak jelas,” kata Didit.

Menurutnya, untuk menjawab itu semua, karena Walikota dan gubernur juga sudah mengeluarkan persetujuan seharusnya Wakil Walikota tanggap dan mengambil langkah maju untuk membuktikan sudah ditandatanganinya Pakta Integritas dalam upaya mengembalikan integritas birokrasi.

Ukuran integritas yang paling utama ya pelayanan public, kata Didit,  dan mutasi adalah jawaban untuk reorganisasi birokrasi karena kemarin sempat kehilangan pencitraan disebabkan moral pejabat yang tersangkut kasus ekstasigate.

“Dikarenakan, dalam praktik manajemen publik sejumlah faktor sosial dan politik memiliki keterkaitan dengan tingkat kepercayaan masyarakat (public trust), legitimasi (legitimacy), tanggunggugat (accountability), kualitas layanan (public service quality),dan mencegah pembangkangan publik (public disobedience),”ujarnya. (dadang-wartamerdeka.com)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama