Pak Hakim, Hukumlah Lebih Berat Para Koruptor di Negeri Ini!


Oleh: M. Aris Kuncoro


HAMPIR tiap hari kita selalu mendengar dan membaca banyaknya kasus korupsi yang terkuak di negeri ini. Baik yang terjadi di pusat (ibukota) maupun yang terjadi di daerah-daerah. Tapi, tampaknya, sejumlah pejabat di negeri yang rakyatnya masih banyak yang melarat ini, tak kapok-kapok melakukan "perampokan" uang rakyat.


Sepertinya, untuk menghentikan perilaku (budaya) korupsi di kalangan birokrat dan pejabat di negeri ini memang tak cukup hanya dengan imbauan dan bujukan moral. Salah satu tindakan yang penting untuk menghentikan atau setidaknya mengurangi kasus korupsi ini adalah penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku korupsi.


Tapi sayangnya, hal itu pun masih belum sesuai harapan. Apalagi, ternyata sebagian besar para koruptor yang telah merampok "uang rakyat" itu, vonis hukumannya relatif sangat ringan. Dari data hasil laporan tahunan Mahkamah Agung (MA), pada tahun 2010, kasus yang diputus oleh MA sebanyak 269 kasus atau 60,68 persen hanya dijatuhi hukuman antara 1 dan 2 tahun. Lalu, 87 kasus atau 19,68 persen divonis 3-5 tahun. Hanya 13 kasus atau 2,94 persen divonis 6-10 tahun. Adapun yang dihukum lebih dari 10 tahun hanya dua kasus atau 0,45 persen.


Tindakan lebih keras dalam penegakan hukum bagi para koruptor ini, sangat diperlukan. Terutama dalam menjatuhkan vonis, para hakim di pengadilan hingga hakim agung di Mahkamah Agung, mestinya bisa lebih keras lagi. Hukuman satu sampai dua tahun, jelas sangat ringan. Tak sebanding dengan "uang rakyat" yang telah mereka kuras untuk kepentingan pribadinya.


Laporan akhir tahun Mahkamah Agung itu adalah sebuah catatan yang harus digarisbawahi. Bagaimana mungkin bisa membuat para pelaku korupsi jera, jika hukuman yang diberlakukan untuk para koruptor ini hanya di bawah dua tahun. Para penegak hukum, khususnya hakim, harus berani membuat putusan hukum yang lebih keras, jika memang punya good will untuk memberantas korupsi di negeri ini, yang sudah sangat luar biasa membudaya..


MA pun harus mengeluarkan surat edaran kepada seluruh jajaran pengadilan sesuai Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


UU korupsi itu dengan tegas menyatakan minimal hukuman satu tahun dan maksimal 20 tahun. Namun, kita bisa melihat masih banyak penanganan kasus yang melenceng. Bahkan, ada kasus korupsi yang divonis percobaan oleh hakim. Belum pernah ada koruptor ini di negeri yang dihukum maksimal: 20 tahun, meskipun telah "merampok uang negara/rakyat" sampai ratusan milyar rupiah. Jadi jangan sampai kerja keras Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan, juga Kepolisian untuk mengungkap kasus korupsi "dimentahkan" oleh hakim dengan pemberian vonis hukuman kepada para pelaku korupsi. Jadi Pak Hakim, kami ketuk hati nuranimu untuk berani memberikan vonis yang lebih berat kepada para koruptor.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama