Putusan Pengadilan Pailitkan Njonja Meneer Belum Inkracht


Putusan Pengadilan Pailitkan Njonja Meneer Belum Inkracht


Demikian dikatakan tim kuasa hukum Njonja Meneer, Andar Sidabalok, SH dan Arnol Sinaga, SH kepada wartawan di Kantor Njonja Meneer, The H Tower Lantai 17, Jalan HR Rasuna Said Kav 20, Kuningan, Jakarta Selatan,  tadi pagi.
Hal itu dikatakannya karena saat ini TIMnya masih melakukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung (MA) RI dan sudah diregistrasikan.
“Upaya hukum ini dilakukan, karena kami meyakini terdapat faktor-faktor yang luput dari pertimbangan hakim Pengadilan Niaga Semarang dalam menjatuhkan vonis pailit terhadap Njonja Meneer. Langkah kasasi ini dimungkinkan dan dibenarkan oleh sistem hukum di Indonesia. Jadi, menurut kami, demi menghindari terjadinya blunder, sebaiknya semua pihak menahan diri dulu, dan sama-sama menghormati keberadaan lembaga kasasi di MA,” kata Andar Sidabalok, SH.
Lebih jauh Arnol Sinaga, menyampaikan ketidak sepakatannya terhadap pihak-pihak yang menyebutkan bahwa dalam kepailitan tidak ada lagi upaya perdamaian.
“Semua pihak pun harus menghormati keberadaan Pasal 144 UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang menyebutkan bahwa Debitur Pailit berhak untuk menawarkan suatu perdamaian kepada semua Kreditur,” kata Arnol.
Proposal perdamaian yang diajukan pihak Njonja Meneer pada Rapat Pertemuan Kreditur I, Jumat (11/8), sudah diterima dan diregistrasi oleh Pengadilan Negeri Semarang.
Ironi Taman Djamoe Indonesia
Buntut vonis pailit terhadap Njonja Meneer itu sudah melahirkan berbagai ironi tersendiri, termasuk nasib Taman Djamoe Indonesia (TDI) seluas 4,5 hektar, yang merupakan taman jamu pertama di Indonesia dengan sekitar 900-an spesies tanaman langka berkhasiat.
Pasca vonis pailit Pengadilan Niaga Semarang, tim kurator, yang terdiri dari Wahyu Hidayat dan Ade Liansah, langsung melakukan langkah sita umum terhadap sedikitnya enam aset milik Njonja Meneer, termasuk TDI.
Dampaknya, terjadi pengosongan aktivitas terhadap aset-aset tersebut. Tak kurang dari 1.300 karyawan pabrik Njonja Meneer dirumahkan, mesin-mesin pengolah jamu berhenti beroperasi, dan para petugas pemelihara TDI pun dinonaktifkan.
“Sungguh ironis. Aset TDI jelas berbeda dengan bangunan atau mesin. TDI mutlak butuh perawatan. Kalau tidak, ratusan tanaman langka yang berkhasiat terancam musnah dan punah. Sebab, banyak jenis tanaman langkah di TDI sementara di tempat asalnya sendiri sudah tidak ditemukan lagi. Tanaman-tanaman yang ada di situ berasal dari Sabang sampai Merauke,” kata Presiden Direktur Njonja Meneer, Charles Saerang.
TDI yang berlokasi di Jalan Raya Semarang-Bawen KM 28, Kelurahan Bergas Kidul, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, betul-betul sunyi. Tak ada lagi aktifitas. Bahkan, dua pos satpam dibiarkan dalam keadaan kosong.
“Sementara upaya hukum berjalan, aktivitas di TDI ditutup dulu,” kata Koordinator TDI Njonja Meneer, Endah Permata.
Wanita berhijab yang sudah mengabdi selama hampir 40 tahun di Njonja Meneer ini mengaku tidak tahu sampai kapan kebijakan penutupan tersebut akan berakhir.
Penyelamatan Warisan Budaya
Charles Saerang selaku generasi ketiga dari Njonja Meneer tetap optimis bahwa perusahaan jamu yang sudah berdiri hampir satu abad ini akan bangkit kembali.
“Kita akan terus berupaya menyelamatkan Njonja Meneer, karena ini berkaitan erat dengan warisan budaya leluhur bangsa,” ujar Charles.
Optimisme Charles itu bukan tidak beralasan. Munculnya pengusaha Rahmat Gobel, yang sudah menyatakan keterlibatnya dalam upaya penyelamatan Njonja Meneer, maka masa depan perusahaan jamu asli Indonesia ini akan terjamin.
“Saya yakin, dalam waktu dekat ini, Njonja Meneer akan bangkit lagi. Bahkan akan menjadi lebih baik, seperti mutiara yang terlihat mengkilap setelah digosok,” tegas Charles Saerang.(Ferry)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama